Bertempat di aula Bupati Sanggau Lt.1, diadakan Sosialisasi Pergub No.103 Thn. 2020 tentang Pembukaan Areal Lahan Pertanian Berbasis Kearifan Lokal dalam rangka sosialiasi Pergub No. 103 dan menjaring aspirasi untuk Pembuatan Perbup Sgu. Undangan pertemuan sosialisasi ini adalah Kapolres, Dandim, DPRD, DAD, MABM, dan unsur FORKOMPINDA lainnya. Dalam kesempatan ini, Bapak Bupati menegaskan tiga hal:
1. Masyarakat adat diakui oleh negara baik masyarakat maupun sistem adat yang dianutnya.
2. Sesuai dengan Pergub pasal 6 ay.5, maka Bupati akan membuat Perbup untuk menindaklanjuti Pergub sesuai dengan situasi dan kondisi wilayah Kab. Sanggau.
3. Pergub memang memperbolehkan pembakaran lahan dalam skala terbatas dan syarat-syarat yang ketat, namun kita juga harus mempunyai sense of crisis (empati).
Para Peserta
Maksudnya jika terjadi musim kering yang panjang, maka pembatasan pembakaran lahan harus dikurangi. Lalu Kapolres melanjutkan bahwa Pergub secara tegas melarang pembakaran lahan gambut dan bila terjadi maka diproses dengan hukum positif. Selain itu, petani juga harus diingatkan supaya tidak dimanfaatkan oleh para pengusaha dalam pembakaran lahan. Sedangkann Dandim mengatakan bahwa TNI punya kepedulian terhadap lingkungan hidup dengan Program Langit Biru dan TNI akan akan mengawal Pergub ini sampai ke tingkat Babinsa.
Sedangkan DPRD yang diwakili oleh Bpk. Acam SE sebagai wakil ketua DPRD Sanggau memberikan masukkan yang penting untuk menyempurnakan draff Perbup, yaitu:
1. Petani Dayak pada masa kini dengan kondisi lahan yang terbatas, biasanya membuka lahan di bawah 2 ha. Maka bila lebih dari 2 ha, ada indikasi lain.
2. Petani Dayak mempunyai tradisi berladang yang panjang, maka tehnik membakar ladang berdasarkan tradisi turun temurun dapat mencegah terjadinya kebakaran yang meluas.
3. Dalam sistem adat Dayak, seseorang yang membakar lahan orang lain ada sanksi adatnya.
4. Pergub tidak memuat sanksi dari kepolisian yang ada hanya sanksi hanya sanksi administrasi. Perlu dijelaskan lebih rinci di Perbup (Peraturab Bupati).
5. Pergub mendefinisikan komoditi lokal/tradisional hanya pada padi, palawija, dan tanaman turun temurun. Namun saat ini, komoditi lokal untuk nafkah sudah berkembang bukan hanya 3 di atas, tapi juga jagung dan ubi pengganti padi. Memang sawit dilarang, tetapi bagaimana dengan jagung dan ubi?
Selain keempat nara sumber di atas, masih banyak masukkan penting dari Sekjend DAD Sanggau, MABM, Kejaksaan, dan para undangan lainnya . Salah satunya adalah ketua DAD Tayan Hilir, Yanto Laung yang mengatakan bahwa dalam urutan sistem peraturan Pergub memang lebih tinggi dari Maklumat Kapolda, tetapi ada kemungkinan di lapangan bisa terjadi dilema aparat dalam mengimpletasikan antara Pergub dan Maklumat Kapolda, maka sosialisasi dan koordinasi di tingkat eksekutor lapangan menjadi urgent dilakukan.
Ditambahkan oleh Yanto Laung, dalam kasus kebakaran yang meluas ke lahan orang lain, sistem adat sudah mengatur dengan jelas dan tegas, lalu meski ini delik aduan, bagaimana dengan sanksi hukum positif, jangan sampai terjadi pen-double-an sanksi. Inti dari semua input itu adalah melindungi peladang tradisional dan dengan tidak melanggar aturan yang berlaku.
Pak Yanto Laung ketua DAD Tayan Hilir dan Pak Lovianus camat Tayan Hilir
Silahkan kirim artikel anda ke sanggauinformasi.com@gmail.com
0.1400117110.5215459
Terkait
Eksplorasi konten lain dari Sanggau Informasi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.