Lompat ke konten

Opini: Setelah Seminggu Menonton Drama China Gratisan dan Berbayar, Ini Kesimpulan Saya

  • oleh

Sanggauinformasi.com. Setelah mendengar cerita dari beberapa kawan, saya akhirnya memutuskan untuk mencoba menonton drama China yang belakangan sering muncul di TikTok. Dalam satu minggu penuh, saya mencatat pola yang cukup menarik. Ternyata, drama China yang tersebar di berbagai platform dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis: drama berbayar dan drama gratisan.

Drama berbayar, menurut pengamatan saya, memiliki kualitas cerita yang jauh lebih baik. Alurnya rapi, karakter-karakternya kuat, dan pesan moralnya benar-benar menggugah semangat. Banyak dari drama ini mendorong kita untuk berusaha, berjuang, dan memperbaiki diri. Saya pribadi menyukai drama dengan plot twist cerdas—misalnya tokoh utama yang berpura-pura menjadi orang biasa, padahal ia sebenarnya seorang master konglomerat yang jenuh dengan lingkungan pertemanan Yang penuh kepura-puraan. Cerita-cerita seperti ini tidak hanya menghibur, tetapi juga memberi inspirasi dan motivasi bagi penonton.

Sebaliknya, pengalaman saya menonton drama gratisan—khususnya yang beredar di Aplikasi Melolo—justru membuat energi terkuras. Dari belasan drama yang saya coba, hampir semuanya membuat saya menekan tombol skip sebelum mencapai 3 menit pertama. Alurnya eksplisit, langsung, dan penuh konflik toksik yang ditampilkan tanpa filter. Hal ini berbahaya, terutama bagi penonton remaja yang masih membentuk karakter dan cara berpikir. Drama semacam ini mudah masuk ke alam bawah sadar, mengendap, lalu tanpa sadar memengaruhi perilaku.

Jika diamati, drama gratisan di Melolo seperti versi baru dari sinetron lokal yang dulu sering jadi meme di kalangan netizen. Isinya dipenuhi adegan kekerasan dalam rumah tangga, diskriminasi antar saudara, keluarga yang lebih menyayangi keponakan daripada anak sendiri, hingga tindakan bullying tanpa jeda. Semua ditampilkan secara berlebihan, seolah-olah itu adalah hal lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, pola cerita seperti ini bisa menjadi pemicu perilaku negatif di dunia nyata.

Dalam hidup, otak kita bekerja seperti spons: ia menyerap apa pun yang kita lihat, dengar, dan rasakan. Jika tangan kita saja enggan menyentuh permukaan kasar, maka otak pun memiliki preferensi alami untuk hal-hal yang baik, lembut, dan positif. Telinga menyukai kata-kata yang menenangkan. Mata menyukai pemandangan yang indah. Pikiran menyukai alur cerita yang runut, masuk akal, dan membawa pesan kebajikan.

Karena itu, jika Anda penggemar drama China atau Korea, saya sangat menyarankan untuk menonton genre yang lebih sehat—Love, Family, atau Pahlawan. Drama-drama seperti ini masih dapat mengaduk emosi kita, tetapi mengarah pada sesuatu yang baik, yang bisa kita bawa ke kehidupan sehari-hari.

Semoga opini ini dapat menggugah kita semua agar lebih selektif memilih tontonan. Jangan sampai drama gratisan yang dibuat demi sensasi justru merusak mindset dan emosi generasi kita.

Salam Super,
Salam Persahabatan.

Noname


Eksplorasi konten lain dari Sanggauinformasi.com

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.