Sanggau, Rabu 5 Juli 2023. Pemilihan umum (Pemilu) merupakan salah satu momen penting dalam kehidupan demokrasi suatu negara. Di Indonesia, Pemilu 2024 menjadi tantangan besar bagi bangsa ini untuk memperkuat persatuan dan kesatuan di tengah perbedaan yang ada. Pemilu Legislatif dan Presiden yang akan dilaksanakan pada tanggal 14 Februari 2024 dan pemilihan Kepala Daerah yang akan dilaksanakan pada tanggal 27 November 2024 tentunya menjadi sebuah perhelatan akbar yang seluruh elemen masyarakat akan terlibat langsung di sana.
Perhelatan akbar ini perlu disikapi dengan baik oleh semua pihak karena berdasarkan data pada Tahun 2022 dan 2023 terdapat 171 Kepala Daerah, yang terdiri dari 17 Provinsi, 115 Kabupaten, dan 39 Kota, yang akan berakhir masa jabatannya, dan pada tahun 2024 akan dipilih anggota DPD RI sebanyak 152 orang, DPR RI sebanyak 580 orang, DPRD di 38 Provinsi sebanyak 2.372 orang, DPRD di 508 Kabupaten/Kota sebanyak 17.520 orang.
Pemilihan tersebut sangat erat memicu terjadinya konflik horizontal bahkan mungkin vertikal di kalangan masyarakat sehubungan dengan ketertarikan dan keberpihakan terhadap calon yang maju dalam konstalasi dimaksud. Beberapa ancaman yang mungkin bisa saja terjadi diantaranya disintegrasi masyarakat, politik identitas dan dikotomi masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut maka pelaksanaan pemilu 2024 harus dilakukan secara professional, langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil.
Aparatur sipil negara sebagai pegawai pemerintah yang bertugas memfasilitasi pelaksanaan pemilu tersebut harus bisa netral agar penyelenggaraan pemilu dimaksud dapat berjalan secara optimal.
Solusi atau Ilusi ?
Netralitas ASN sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 5 menyatakan bahwa ASN dilarang menjadi anggota atau pengurus partai politik kemudian di Pasal 6 ayat 2 menyebutkan bahwa ASN dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada kepentingan politik praktis. Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi Undang-Undang, Pasal 70 ayat 1 huruf b menyebutkan bahwa dalam kampanye calon dilarang melibatkan ASN, anggota Polri dan anggota TNI. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS, Pasal 5 secara tegas melarang PNS untuk memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:
a). Terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b). Menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
c). Membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye;
d). Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada ASN dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat. Oleh karena itu ASN dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik.
Aturan tentang netralitas ASN ini tentunya menjadi rambu – rambu bagi para “abdi praja“ dalam mengarungi pelaksanaan pemilu secara serentak di Indonesia. Netralitas ASN ini diharapkan sebagai sarana pemersatu bangsa karena fungsi ASN sebagai fasilitator penyelenggaraan pemilu 2024. Muncul sebuah pertanyaan, apakah ASN mampu mempertahankan Netralitasnya ?
Hal ini menarik untuk dikaji lebih dalam karena peran ASN yang cukup vital dalam pelaksanaan pemilu nantinya. Berdasarkan data dari Bawaslu menyebutkan bahwa terdapat 914 temuan pelanggaran netralitas ASN pada pemilu 2019. Apakah angka ini akan bertambah, berkurang atau tetap di tahun 2024 tentunya akan mempengaruhi stabilitas dalam negeri. Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menyebutkan bahwa pegawai ASN berfungsi sebagai perekat dan pemersatu bangsa, dengan ketidaknetralan tersebut akan memberikan sebuah ancaman keberpihakan dari ASN selaku fasilitator dan bahkan penyelenggara pemilu untuk merusak harmonisasi demokrasi. Ancaman akibat ketidaknetralan ASN dalam pemilu 2024 adalah terganggunya pelayanan publik yang dilakukan oleh ASN sehingga akan berpotensi memecah persatuan dan kesatuan di masyarakat.
Netralitas bukan hanya disikapi sebagai aturan namun sebagai kode etik dasar dan integritas dalam perilaku keseharian ASN saat memberikan pelayanan publik. Fungsi ASN berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara menyebutkan bahwa pegawai ASN berfungsi :
1). Pelaksana kebijakan publik;
2). Pelayan publik; serta
3). Perekat dan pemersatu bangsa.
Ketika ASN mengalami disorientasi dalam pelaksanaan tugas berkaitan dengan netralitasnya maka dikhawatirkan terjadi pemilihan dan pemilahan anggota masyarakat ketika mendapatkan haknya dalam pelayanan publik, tentunya hal ini sangat berbahaya karena akan mengancam disintegrasi bangsa.
Netralitas ASN sebagai pemersatu bangsa berdasarkan fakta di lapangan susah sekali dilakukan karena ASN walaupun secara aturan harus netral akan tetapi masih memiliki hak pilih. Sehubungan dengan hal tersebut maka ASN akan melakukan upaya untuk melaksanakan hak tersebut seperti melakukan dukungan terhadap calon peserta pemilu yang ada.
Berdasarkan data dari bawaslu pada pemilu tahun 2019 terjadi pelanggaran netralitas yang dilakukan oleh ASN memiliki beberapa motif diantaranya motif terpaksa sebesar 70 %, motif pribadi 20 % dan motif peruntungan sebesar 10 %.
Hal tersebut menunjukkan keterpaksaan ASN dalam melanggar kode etik untuk tetap netral dalam pelaksanaan pemilu cukup tinggi. Pelanggaran tersebut masih menurut Bawaslu diantaranya adalah :
1). Keterlibatan ASN dalam kampanye;
2). Money politic;
3). Pemasangan APK (Alat Peraga Kampanye) tidak sesuai ketentuan;
4). Kampanye di tempat yang terlarang;
5). Black campaign;
6). Mutasi pejabat oleh petahana sebelum maupun sesudah Pilkada;
7). Iklan kampanye tidak sesuai ketentuan undang – undang;
8). Menghalangi penyelenggaraan pemilihan dalam melaksanakan tugas;
9). Penyelenggaraan tidak profesional (Petugas Pemutakhiran Data Pemilih / PPDP tidak melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan);
10). Kampanye menggunakan fasilitas dan anggaran negara;
11). Pemalsuan dokumen pencalonan; dan
12). Penyebaran dan pemalsuan surat suara.
Lebih lanjut, pelanggaran netralitas pemilu di tahun 2019 tersebut terjadi hampir di setiap daerah di wilayah Republik Indonesia. Bawaslu menyebutkan bahwa hampir setiap provinsi terdapat pelanggaran netralitas ASN dan provinsi Sulawesi selatan berdasarkan data dari bawaslu tersebut menduduki peringkat tertinggi sebanyak 305 pelanggaran.
Dari hal tersebut maka tidak salah ketika netralitas ASN adalah sebuah ilusi atas dahaga publik terhadap penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Akan tetapi hal tersebut harus ditekan pelanggarannya dengan melakukan upaya – upaya konkrit agar nilai netralitas ASN semakin tinggi.
Solusi dalam menjaga netralitas ASN
Netralitas ASN dalam menjaga kesatuan dan persatuan bangsa harus diwujudkan ketika menginginkan demokrasi yang akuntabel dan dapat dipercaya. solusi yang dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut :
- ASN dituntut untuk dapat berdiri secara bebas tanpa harus memihak kepada siapapun baik itu secara diam-diam maupun terang-terangan serta ASN dalam mengikuti rangkaian pelaksanaan Pemilu mempunyai beberapa mekanisme serta ketentuan yang harus diikuti.
- Menetapkan syarat dan batasan serta membuat parameter yang tepat guna menjaga prinsip netralitas ASN dalam Pemilu yang harus didasarkan atas alasan-alasan yang kuat, rasional, proporsional dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang ada. seperti :
- a). Tidak melakukan kampanye/sosialisasi di media sosial (Posting, share, berkomentar, like dll);
- b). Tidak boleh menghadiri deklarasi calon;
- c). Tidak ikut sebagai panitia/pelaksana kampanye;
- d). Tidak ikut Kampanye dengan atribut ASN;
- e). Dilarang mengikuti kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
- f). Tidak boleh menghadiri acara partai politik tertentu;
- g). Tidak menghadiri penyerahan dukungan parpol tertentu ke pasangan calon;
- h). Tidak mengadakan kegiatan mengarah keberpihakan (melakukan ajakan, himbauan, seruan dan pemberian barang);
- i). Tidak memberikan dukungan ke caleg/calon independen kepala daerah;
- j). Tidak membuat keputusan yang merugikan atau menguntungkan paslon;
- k). Dilarang mengerahkan ASN untuk ikut kampanye; dan
- l). Tidak melakukan pendekatan ke parpol terkait pencalonan dirinya atau orang lain.
Sebagai penutup beberapa hal yang harus dicamkan oleh ASN dalam menghadapi pemilu 2024 adalah :
1). Selalu bersikap hati-hati dalam berucap, menulis, bertindak baik dilakukan didalam maupun di luar jam kerja;
2). Netralitas ASN Yes! Berpihak No!;
3). Jangan tergiur berpolitik praktis dalam Pilkada!;
4). Jangan tergiur janji “DAPAT JABATAN, atau ESELON II”; dan
5). Jadilah ASN yang Integritas, Profesional, Netral, Bersih, Melayani dan Perekat NKRI.
Penulis :
Peserta diklat Pelatihan Kepemimpinan Administratur ( PKA ) Angkatan 2 Tahun 2023 LAN RI
- Supijan malik
- Yus Djunaedi Rusli
- Sundusiah
- Tuti Nurhayati
- Firman Firdal
- Arman Haryadi
- Ayi Suryaning Ati
- Deni Herdiani
- Imam Munadjat Pudjanadi
- Karnasenanda
Eksplorasi konten lain dari Sanggau Informasi
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.